Banyak developer game di Indonesia mengalami hal serupa. Mereka sudah membuat game dengan visual menarik, gameplay seru, dan konsep unik. Tapi begitu dirilis, game nya sepi pemain. Padahal dari sisi teknis, semuanya sudah terasa solid.
Apa yang salah? Menurut Lucky Putra Dharmawan, praktisi di industri game, masalahnya bisa jadi bukan di game nya. Tapi di cara pikir si developernya sendiri.
Jangan Hanya Fokus pada Diri Sendiri
View this post on Instagram
Lucky’s Instagram Post
Masalah umum yang sering muncul adalah ketika developer membuat game berdasarkan selera pribadi. Mereka menciptakan game yang menurut mereka bagus dan seru, tanpa benar-benar mempertimbangkan audiens atau konteks pasar. Idealisme seperti ini memang bisa menjadi bahan bakar semangat kreatif, namun dalam konteks industri, game tetaplah produk. Dan setiap produk harus punya nilai guna yang jelas bagi penggunanya.
Dengan kata lain, ketika membuat game, pertanyaan penting yang seharusnya muncul bukan hanya “saya suka game ini atau tidak?”, tapi lebih pada “siapa yang akan main game ini, dan kenapa mereka mau memainkannya?”
Game Harus Menjawab Kebutuhan Pemain
Namun, banyak pengembang justru terlalu fokus pada fitur teknis, mekanik yang rumit, atau desain visual yang unik. Akibatnya, mereka lupa mengevaluasi apakah elemen-elemen tersebut benar-benar relevan untuk pemain. Padahal, dalam praktiknya, pemain lebih menghargai game yang mudah dipahami dan cepat memberikan pengalaman menyenangkan.
Sebagai akibatnya, jika sejak awal pemain sudah merasa bingung entah karena UI yang tidak intuitif, kontrol yang membingungkan, atau tempo permainan yang lambat mereka akan langsung berhenti bermain. Terlebih lagi, di era sekarang, pilihan game sangat banyak dan perhatian pemain sangat singkat. Oleh karena itu, kesan pertama tidak bisa dianggap remeh. Game harus langsung menarik sejak menit pertama.
Baca Juga! Mau Bikin Game Tapi Bingung Mulainya? Ini 3 Peran Utama di Industri Game
Mulai dari Audiens, Bukan dari Ide
Penting bagi developer untuk mulai berpikir seperti seorang pemecah masalah. Game yang sukses biasanya mampu memberikan jawaban atas situasi atau kebutuhan tertentu. Entah itu sebagai pelepas stres, media eksplorasi, atau sekadar alat bersosialisasi di dunia maya.
Dengan pola pikir ini, developer tidak hanya menciptakan game dari keinginan pribadi, tapi benar-benar menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Ini juga akan memengaruhi aspek desain lainnya seperti durasi permainan, gaya komunikasi, bahkan strategi promosi.
Berpikir Produk, Bukan Sekadar Proyek Kreatif
Game memang bisa dianggap sebagai karya seni, tapi dalam dunia nyata industri, ia tetap harus diposisikan sebagai produk. Produk yang baik harus menyelesaikan masalah, memiliki target pengguna yang jelas, serta punya nilai yang bisa dirasakan langsung oleh audiensnya.
Banyak developer game lokal yang masih terjebak dalam euforia teknis, dan lupa bahwa yang paling menentukan adalah pengalaman pemain. Ketika pemain merasa game tersebut punya nilai yang relevan bagi mereka, maka secara alami mereka akan tertarik, merekomendasikan, bahkan mungkin bersedia membayar untuk memainkannya.
Baca Juga! Ngerasa Kesepian Belajar Bikin Game? Gabung IGGI Aja!
Perubahan Mindset adalah Kunci
Bisa jadi, masalah terbesar dari game yang sepi pemain bukan pada kualitas teknis, tapi pada pendekatan pengembangannya. Lucky Putra Dharmawan menekankan bahwa developer harus mulai mengubah pola pikir. Bukan hanya menciptakan game yang disukai sendiri, tapi membuat game yang memang dibutuhkan oleh pemain.
Dengan memahami siapa pemainnya, apa kebutuhannya, dan bagaimana game bisa hadir sebagai solusi, maka peluang untuk mendapatkan perhatian, pemain, dan bahkan keuntungan akan jauh lebih besar.
Game yang baik bukan hanya yang keren menurut developer, tapi yang relevan dan bermakna bagi pemain.
References