Selamat Datang di Dunia yang Hancur Apa jadinya kalau dunia yang kamu kenal mendadak runtuh…
The Butterfly Dreams: Game Lokal Indonesia yang Manis, Aneh, dan Bikin Merinding
Kalau kamu suka game yang kelihatannya cute tapi ternyata punya sisi gelap yang dalam, The Butterfly Dreams dari Ave Q Production siap bikin kamu mikir, merinding, dan mungkin… sedikit tersesat. Game lokal Indonesia ini hadir dalam format visual novel psikologis pendek, tapi pendek bukan berarti dangkal. Dengan durasi sekitar 45 menit dan sekitar 11.000 kata, kamu akan diajak menyelam ke dunia penuh mimpi, trauma, dan realitas yang perlahan jadi kabur.
Dibalut ilustrasi warna-warni dan musik yang menenangkan, kesan pertamanya memang seperti mimpi yang menyenangkan. Tapi makin lama kamu bermain, makin jelas bahwa dunia ini nggak seindah kelihatannya. Dan justru dari kontras inilah The Butterfly Dreams menunjukkan kekuatannya sebagai game lokal Indonesia yang beda.
Teknologi Fantasia dan Para Jenius yang Terjebak

Kamu berperan sebagai salah satu dari tujuh individu terpilih yang diundang untuk mengikuti sesi uji coba Fantasia sebuah teknologi full-consciousness immersion yang bisa menciptakan dunia virtual sepenuhnya dari imajinasi pemain. Tapi ini bukan VR biasa. Di The Butterfly Dreams, kamu bukan cuma main di dalam game. Kamu jadi bagian dari game itu sendiri.
Kamu adalah satu dari tujuh “tester” yang diundang dalam sesi eksklusif uji coba teknologi Fantasia. Masing-masing peserta adalah sosok luar biasa di bidangnya ada penulis buku anak yang bijak, ahli bedah otak, chef visioner, programmer jenius, gamer legendaris, hingga banker kelas dunia. Mereka datang bukan sekadar untuk bermain, tapi untuk menciptakan dunia virtual dari imajinasi mereka. Dan di situlah benih konflik mulai tumbuh. Karena ketika para jenius diberi kuasa untuk menciptakan realitas sendiri… hasilnya nggak selalu indah.
Mimpi Indah yang Terlalu Nyata

Cerita dibuka dengan kamu terbangun di dunia penuh kupu-kupu dan bunga terlihat seperti surga kecil yang terlalu sempurna untuk jadi nyata. Tapi atmosfernya cepat terasa aneh. Kayak senyum boneka yang terlalu lebar semakin kamu perhatikan, semakin nggak nyaman. Perlahan, kamu mulai sadar kalau dunia ini bukan mimpi biasa. Ada seseorang yang menciptakannya. Dan di balik undangan ke Fantasia, ada sesuatu yang jauh lebih gelap dari sekadar uji coba teknologi.
Interaksi antar karakter jadi kunci di sini. Dialog mereka kadang ringan, kadang filosofis, kadang gelap banget. Tapi selalu menyimpan petunjuk kecil yang bisa kamu tangkap kalau cukup jeli. Karena sesungguhnya The Butterfly Dreams bukan cuma soal eksplorasi, tapi juga soal siapa yang bisa kamu percaya. Dan siapa yang diam-diam menarik tali di balik layar.
Narasi Psikologis dalam Balutan Visual Ceria

Salah satu kekuatan utama game lokal Indonesia ini adalah penulisan naskahnya. Nggak neko-neko, tapi emosional dan padat. Setiap karakter punya keunikan yang kuat, dan desain mereka bukan sekadar estetika, tapi simbol dari kondisi psikologis mereka. Helena, si koki, bisa jadi mewakili rasa nyaman. Layna, si programmer, bisa jadi lambang kendali atau obsesi. Renata, sang penulis cerita anak, mungkin menyimpan luka masa lalu yang tak terucap.
Kamu hanya akan mendapat satu ending, tapi ada satu konten post-epilog yang bisa di-unlock jika kamu cukup jeli dan menyelesaikan semua dengan perhatian penuh. Ini bukan tipe game yang penuh opsi dan cabang rute, tapi justru fokus itu yang bikin pengalaman bermainnya terasa intens dan personal.
Bukan Cuma Cerita Tapi Refleksi Diri

The Butterfly Dreams membahas tema besar seperti trauma masa kecil, rasa kehilangan, dan keinginan untuk kabur dari kenyataan tapi dibawakan dengan pendekatan yang lembut, simbolik, dan puitis. Nggak ada ceramah atau dialog klise yang menggurui. Justru lewat interaksi sehari-hari, lewat pilihan kata yang sederhana, kamu diajak merenung soal hal-hal yang jarang kita bahas: apa itu realita? Apa mimpi bisa jadi tempat berlindung? Dan seandainya kamu bisa menciptakan dunia sendiri, apakah kamu akan membuatnya sempurna… atau justru lebih jujur?
Game lokal Indonesia ini mungkin terasa ringan di tampilan luar, tapi isinya bisa cukup berat secara emosional. Cocok buat kamu yang suka game dengan cerita padat, atmosfer kuat, dan narasi yang menggugah.
Karya Lokal yang Layak Diapresiasi
Secara teknis, game ini tampil mulus. UI-nya bersih dan intuitif, ilustrasinya konsisten, musiknya pas, dan nggak butuh spesifikasi tinggi. Tapi perlu dicatat, ada technical disclaimer: kalau kamu pakai monitor HDR, bisa muncul efek visual tak diinginkan karena keterbatasan engine-nya. Jadi pastikan setelan monitor kamu sesuai biar pengalaman mainnya tetap optimal.
Yang bikin The Butterfly Dreams semakin spesial adalah keberaniannya buat beda. Di tengah tren game lokal Indonesia yang sering mengarah ke genre aksi, horor, atau simulasi, game ini datang sebagai pengalaman naratif yang intim dan berkelas.
Siap Terbang ke Dunia Mimpi?
Kalau kamu penggemar visual novel yang lebih mementingkan cerita daripada gameplay, suka dunia surealis ala Black Mirror atau Somnium Files, dan pengen dukung game lokal Indonesia yang punya pendekatan unik, The Butterfly Dreams adalah pilihan tepat.
Game ini resmi dirilis di Steam sejak 4 Maret 2025, Jadi nggak ada alasan buat nggak coba.
Siapkan diri untuk menyelami mimpi… yang mungkin lebih nyata daripada dunia nyata itu sendiri.
Sumber Referensi:
Comments (0)